Menu Utama

Link Terkait

Departemen Agama
Departemen Pendidikan Nasional

Menag: Ulama Kita Semakin Habis

Cirebon,5/4 (Pinmas)--Menteri agama Muhammad Maftuh Basyuni menegaskan bahwa saat ini umat tengah mengalami krisis ulama. ``Ulama-ulama kita semakin habis dan ulama-ulama inilah sebagai pewaris nabi. Kita harus bergerak, tapi cepat,`` tandas Menag dalam sambutannya pada Haul Al Marhumin Sesepuh dan Warga Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, Sabtu malam (4/4).

Padahal di satu sisi menurut Menag, banyak ersoalan keumatan yang dihadapi saat ini. ``Banyak hal-hal yang sekarang ini di depan kita harus kita hadapi. Narkoba, perselingkuhan dan lainnya. Semua itu sekarang inisepertinya hal yang biasa. Ini harus dijawab dengan pendidikan,`` tambah Menag dalam Haul yang dihadiri ribuan orang tersebut.

Setahun yang lalu, menurut Menag, pada waktu kyai Abdullah Abbas wafat, dirinya sempayt datang ke Ponpes Buntet melayat. ``Saya saat itu mengingatkan pada kita semua bahwa dengan kepergian beliau ini, maka ulama-ulama kita yang sederajat dengan beliau ini semakin habis, semakin kurang,`` ucap Menag.

Jika mencermati sejarah berdirinya Ponpes Buntet, dikatakan Menag bahwa Buntet berdiri pada sekitar tahun 1750 Masehi. ``Yaitu pada saat Mbah Muthoyib, pendiri ponpes ini meninggalkan jabatannya yang prestisius sebagai mufti untuk datang kemari untuk menyiarkan agama kita yang hanif ini,`` kata Maftuh.

Kondisinya sangat berbeda dengan saat ini. ``Sekarang ini kalau toh ada ulama-ulama, sudah banyak yang pindah profesi. Ada yang jadi anggota DPR, DPD,`` tegas Menag. Karena itu Maftuh berharap agar Ponpes Buntet dikembalikan seperti pada masa lampau. ``Saya mohon dengan sangat, saya tahu persis bahwa di pondok ini masih banyak kyai-kyai yang potensial. Saya melihat ada potensi yang luar biasa di pondok pesantren Buntet ini. Pondok pesantren Buntet inilah bermunculan kader-kader NU, kader-kader muslimin pada waktu itu. Ini yang harus dikembalikan lagi dan pasti bisa,`` ungkap Menag. Ditegaskan Menag bahwa perbedaan adalah rahmat, perbedaan bukanlah perpecahan.

Menag menggambarkan bahwa pada masa-masa lampau, santri dan kyai memiliki peranan yang cukup luar biasa. ``Sayangnya setelah itu kita banyak menjadi penonton kembali. Pemberontakan tahun 1948 oleh PKI, korbannya terbanyak adalah para santri. Tahun 1965, kita juga demikian, Tahun 1966, juga demikian, kita mempunyai peran yang sangat besar. Namun setelah selesai, kita kembali menjadi penonton yang baik,`` tegasnya. ``Pendidikan adalah sangat penting. Saya masih berharap bahwa ponpes Buntet kini akan bisa meraih kejayaannya manakala kita bisa bekerjasama dengan baik. Saya pastikan bahwa Depag berada di samping ponpes,`` tambahnya.

Menag Maftuh juga mengungkapkan bahwa melaksanakan haul bukanlah dimaksudkan untuk mengkultuskan para sesepuh yang telah berpulang. ``Selain agama yang juga melarang pengkultusan, haul kita lakukan dan sangat perlu kita lakukan untuk memperingati jasa-jasa yang telah diberikan oleh beliau-beliau itu. Kemudian kita juga seyogyanya bisa meneladani apa yang telah dilakukan oleh beliau-beliau itu. Sekaligus mendoakan agar mereka mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT,`` kata Menag. ``Mudah-mudahan haul ini adalah titik tolak kembalinya Buntet ini menjadi peranan yang sangat besar,`` tambah Maftuh.

Pada kesempatan yang sama, sesepuh Pondok pesantren Buntet, KH Nahdudin Royandi Abbas, mengatakan bahwa Bahwa pesantrennya sering didatangi para caleg. ``Saya hanya menekankan pada mereka agar dalam menjadi caleg harus diikuti dengan hati yang ikhlas dann jujur. Berupaya untuk memperjuangkan wilayah dan bangsa. Serta bermanfaat bagi bangsa dan khususnhya umat Islam,`` tandas kiai Nahdudin.(Rep/osa/ts)

Diambil dari : website www.depag.go.id



Kembali ke halaman depan